Informasi Teknologi

GADUNG SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI

Gadung dengan nama latin Dioscorea sp. Bagi orang yang hidup di desa gadung bukanlah tanaman yang asing, gadung merupakan makanan alternatif orang-orang desa. Disamping sebagai makanan alternatif  umbi Gadung dapat dimanfaatkan sebagai insektisida Nabati.
Baca selanjutnya Klik di sini


Alat Sederhana Pengukur Kesuburan Tanah

inging tahu klik disini




Meningkatkan Pendapatan Petani Padi 
melalui Teknologi PHSL



Pemupukan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) 
merupakan pendekatan yang dilandasi prinsip ilmu pengetahuan agar unsur hara penting pada tanaman padi                                                            
dapat diberikan secara  optimal
                                                       



PHSL adalah pendekatan dalam menentukan rekomendasi 

pemupukan tanaman padi dengan mempertimbangkan ketersediaan hara dalam tanah, 

masukan hara pertanian dari sumber bahan organik dan non-organik 

untuk meningkatkan efisiensi pemupukan sesuai kebutuhan tanaman, 
kondisi setempat, dan tingkat hasil yang dapat dicapai.


Mengapa PHSL diperlukan?

Petani kita seringkali memberikan pupuk:

  Salah waktu
  Salah dosis
  Salah jenis

Bagaimana PHSL bisa memberikan keuntungan bagi petani padi?

  1. Mengatur waktu pemberian pupuk sesuai dengan stadia         pertumbuhan kritis 
    dari suatu varietas padi
  2. Mengatur takaran pemberian pupuk sesuai dengan target hasil terbaik 
    yang pernah dicapai di lokasi tersebut.
  3. Mengatur takaran pupuk P dan K berdasarkan informasi sisa tanaman 
    dan pupuk organik yang diberikan

Internet version of PHSL Padi Sawah launched in Indonesia in January 2011



Diseminasi PHSL dilakukan melalui3 Cara :

  1. Aplikasi Web (Petani mendatangi penyuluh yang memiliki akses internet 
    atau PPL mendatangi petani menggunakan kuesioner)
  2. Aplikasi Android (melalui Smartphone) 
  3. Cara ini cocok untuk penyuluh  yang mewawancarai petani padi tanpa akses 
  4. ke internet.Setelah  wawancara, informasi dari petani tersimpan 
  5. dalam Smartphone.
  6. Aplikasi HAPE (melalui SMS) 
    Tidak perlu internet !! Kontak nomor bebas pulsa … (perlu segera tersedia) 
    dan ikuti petunjuk yang terdengar di HAPE.
       
contoh Isi SMS:
  
Untuk mendapatkan 3700-3900 kg GKP pada luas lahan 350   ru di musim kemarau, 
berikan 1½ karung phonska pada umur 0-14 hari setelah tanam 
1 karung urea pada umur 24-28 HST, 
dan1 karung urea pada umur 35-39 HST 


selamat mencoba salam sukses ( Cak Die )









UPAYA PENGEMBANGAN
AGRIBISNIS JAMUR TIRAM
DI DESA SAMAR KEC. PAGERWOJO

Oleh : Rasidi, SP
Maret 2010


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Jamur tiram (Pleurotus sp.) dikenal sebagai bahan makanan yang memiliki nilai gizi yang tinggi terutama protein sehingga mampu menggantikan protein hewani. Selain itu jamur juga mengandung lemak tak jenuh, vitamin (B1 (thiamine), B2 (riboflavine), niasin dan biotin), serat dan juga mineral ( P, Ca, Na, Mg, dan Cu). Bahkan menurut penelitian, jamur tiram dapat digunakan sebagai antitumor, menurunkan kolesterol, dan antioksidan.
Jamur ini termasuk tumbuhan saprofit yang tidak mampu melakukan fotosintesis sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, jamur ini sangat tergantung pada bahan organic yang diserap untuk keperluan pertumbuhan dan perkembangan. Nutrisi utama yang dibutuhkan oleh jamur tiram adalah sumber karbon yang dapat disediakan melalui berbagai sumber seperti serbuk gergajian dan limbah organic lainnya.
Saat ini permintaan pasar akan jamur tiram masih sangat besar. Menurut data, permintaan jamur tiram di Jawa Barat saja mencapai 11.7 tonperhari dan baru terpenuhi 5.2 ton perhari, belum lagi kota-kota lainnya. Selain itu permintaan jamur tiram dari luar negeri juga semakin meningkat. Ternyata peluang yang besar ini belum dapat dimanfaatkan.
Sebagai salah satu desa di yang memiliki potensi terutama suhu  yang mendukung, Desa Samar Kecamatan Pagerwojo cukup potensial untuk pengembangan budi daya jamur tiram mengingat bahan baku umtuk media tumbuh yang berupa serbuk gergajian kayu cukup banyak tersedia. Ketersediaan bahan baku untuk media pertumbuhan ini cukup melimbah, dan sampai saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal terutama pada desa-desa yang mempunyai wilayah hutan. Belum dimanfaatkannya limbah hasil gergajian kayu ini untuk media pertumbuhan jamur tiram karena masih terbatasnya informasi mengenai jamur tiram dan budidayanya.
Di Desa Samar Kecamatan Pagerwojo telah tumbuh beberapa petani jamur yang cukup sukses yang produksinya dapat dijumpai di pasar local  dan dijajakan  di beberapa Desa  di Kecamatan Pagerwojoj  dan sekitarnya. Namun seiring dengan itu permintaan yang cukup besar belum diimbangi dengan produksi yang cukup.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan jamur tiram adalah:
  1. Informasi mengenai jamur tiram yang masih kurang
  2. Pengetahuan mengenai budidaya jamur tiram masih kurang


1.3 Tujuan
            Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
  1. Memberikan informasi kepada petani mengenai jamur tiram.
  2. Menambah pengetahuan petani mengenai cara budidaya jamur tiram.
  3. Memberikan gambaran kepada petani tentang analisa usaha jamur tiram.

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Jamur Tiram
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) atau jamur tiram putih adalah jamur pangan dengan tudung berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung dan berwarna putih hingga krem. Tubuh buah memiliki batang yang berada di pinggir (bahasa Latin: pleurotus) dan bentuknya seperti tiram (ostreatus), sehingga jamur tiram mempunyai nama binomial Pleurotus ostreatus. Jamur tiram masih satu kerabat dengan Pleurotus eryngii atau King Oyster Mushroom. Tubuh buah mempunyai tudung yang berubah dari hitam, abu-abu, coklat, hingga putih dengan permukaan yang hampir licin dengan diameter 5-20 cm. Tepi tudung mulus sedikit berlekuk. Spora berbentuk batang berukuran 8-11×3-4μm. Miselium berwarna putih dan bisa tumbuh dengan cepat (Anonymousa, 2008). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.













Gambar jamur tiram tumbuh di baglog
Menurut Sinar Tani (2008), jamur tiram yang biasa dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia ada beberapa jenis antaralain jamur tiram putih (P. ostreatus), jamur tiram merah (P. flabellatus), jamur tiram abu-abu (P. sajorcaju0 dan jamur tiram abalone (P. cystidiosus). Pada daranya semua jenis jamur tersebut memiliki karakteristik yang hamper sama, terutama dari segi morfologi dan secara kasar warna tubuh buah dapat dibedakan antara jenis yang satu dengan yang lainnya terutama dalam keadaan segar.

2.2 Habitat dan tempat tinggal
Jamur tiram termasuk tumbuhan yang tidak berklorofil (tidak memiliki zat hijau daun) sehingga tidak bisamengolah makanan sendiri. Untuk memenuhi hidupnya, jamur tiram sangat tergantung pada bahan organic sebagai sumber karbon yang dapat disediakan dari berbagai sumber seperti serbuk gergajian kayu (Sinar Tani, 2008)
Di alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang. Jamur tiram diketahui membunuh dan mencerna nematoda yang kemungkinan besar dilakukan untuk memperoleh nitrogen (Anonymousa, 2008).

2.3 Keunggulan dan Manfaat jamur tiram
Keunggulan jamur tiram cukup banyak, selain harga yang relatif mahal, tingkat keuntungan yang dihasilkan relatif tinggi, umur singkat, tanaman ini juga sangat laku di pasaran. Selain itu, cara budidaya jamur ini mudah dan dapat dilakukan sepanjang tahun dan tidak memerlukan lahan yang luas. Jamur tiram cukup toleran terhadap lingkungan dan dapat dijadikan sebagai pekerjaan pokok maupun pekerjaan sampingan (Anonymousb,2008).
Khasiat jamur bagi kesehatan tubuh memang terbukti. Selain mengandung berbagai macam asam amino essensial, lemak, mineral, dan vitamin, juga terdapat zat penting yang berpengaruh terhadap aspek medis. Tidak hanya menyedapkan, jamur mempunyai kandungan gizi cukup baik. Komposisi kimia yang terkandung tergantung jenis dan tempat tumbuhnya. Dari hasil penelitian, rata-rata jamur mengandung 19-35 % protein. Dibanding beras (7,38 %) dan gandum (13,2 %), jamur berkadar protein lebih tinggi. Asam amino esensial yang terdapat pada jamur, sekitar ada sembilan jenis dari 20 asam amino yang dikenal. Yang istimewa 72 % lemaknya tidak jenuh, jamur juga mengandung berbagai jenis vitamin, antara lain B1 (thiamine), B2 (riboflavine), niasin dan biotin. Selain elemen mikro, jamur juga mengandung berbagai jenis mineral, antara lain K, P, Ca, Na, Mg, dan Cu. Kandungan serat mulai 7,4-24,6 persen sangat baik bagi pencernaan. Jamur mempunyai kandungan kalori yang sangat rendah sehingga cocok bagi pelaku diet (Anonymousc, 2008).
Hasil studi di Massachusett University menyimpulkan bahwa riboflavin, asam Nicotinat, Pantothenat, dan biotin (Vitamin B) masih terpelihara dengan baik meskipun jamur telah dimasak. Hasil penelitian dari Beta Glucan Health Center menyebutkan bahwa jamur tiram (Pleurotus ostreatus) mengandung senyawa Pleuran (di Jepang, jamur tiram disebut Hiratake sebagai jamur obat), mengandung protein (19-30 persen), karbohidrat (50-60 persen), asam amino, vit B1 (thiamin), B2 (riboflavin), B3 (Niacin), B5 (asam panthotenat), B7 (biotin), Vit C dan mineral Calsium, Besi, Mg, Fosfor, K, P, S, Zn. Jamur tiram ternyata dapat juga sebagai antitumor, menurunkan kolesterol, dan antioksidan (Anonymousc, 2008).

2.4 Budidaya Jamur tiram
A. Media tumbuh
Menurut Sinar Tani (2008) media tumbuh untuk jamur tiram sebaiknya dibuat menyerupai kondisi tempat tumbuh jamur tiram di alam. Bahan baku yang digunakan sebagai media adalah:
1.      Serbuk gergaji, bekatul sebagai sumber karbohidrat, lemak dan protein
2.      Kapur (CaCO­3) sebagai sumber mineral dan pengatur pH
3.      Gips sebagai bahan penambah mineral dan mengokohkan media
4.      EM 4 membantu proses pelapukan bahan.

B. Syarat tumbuh
Suhu inkubasi atau saat jamur tiram membantuk miselium berkisar antara 22-28oC. Sedangkan suhu pada pembentukan tubuh buah berkisar antara 16-22oC. Selama masapertumbuhan misellium, kelembaban dipertahankan antara 60-70%. Untuk pertumbuhn badan buah kelembaban dipertahankan antara 80-90%. Pertumbuhan jamur sangat peka terhadap cahaya secara langsung. Intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sekitar 200 lux (10%). Sedangkan untuk pertumbuhan misselium tidak diperlukan cahaya. Kandungan air dalam substrat berkisar antara 60-65%, pada kondisi kering pertumbuhan jamur terganggu atau terhenti dan sebaliknya apabila kadar ar terlalu tinggi maka misselium akan busuk dan mati. Penyemprotan air dilakukan ke dalam ruangan untuk mengatur suhu dan kelembaban.


C. Panen
Panen dilakukan dengan mencabut seluruh rumpun jamur yang ada. Pemanenan tidak dapat dilakukan dengan cara memotong cabang ukuran besar saja, sebab dalam satu rumpun jamur mempunyai stadia pertumbuhan yang sama. Bagian jamur yang tertinggal akan menyebabkan kerusakan media bahkan merusak pertumbuhan jamur lain. Jamur yang dipanen cukup dibersihkan kotoran yang menempel pada akar dan tidak perlu dipotong untuk memperpanjang daya simpan.






















BAB III
PEMBAHASAN

            Dalam budidaya jamur tiram sangat penting sekali untuk mengetahui bahan baku dan komposisi campuran yang akan digunakan sebagai media pertumbuhan jamur. Bahan baku yang digunakan sebagai media adalah:
  • serbuk gergaji, bekatul sebagai sumber karbohidrat, lemak dan protein
  • kapur (CaCO­3) sebagai sumber mineral dan pengatur pH
  • gips sebagai bahan penambah mineral dan mengokohkan media
Ada beberapa komposisi campuran media antara serbuk gergaji dan penambahan nutrisi yang berbeda. Salah satu komposisi campuran media jamur tiram adalah:
·         Serbuk gergaji             : 80%
·         Bekatul                        : 16%
·         Kapur atau CaCO­­3­        ­: 2%
·         Gips                             : 2%
·         EM 4                           : 200 ml / 100 Kg bahan media.
Kadar air media diatur antara 60-65% dengan cara menambahkan air bersih, sedangkan tingkat keasaman atau pH media diatur antara 6-7 dengan menggunakan kapur. Adapun tahapan pembuatan media dan pemeliharaan jamur tiram adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan media tumbuh
  • Serbuk gergaji yang baik untuk media tumbuh adalah yang berasal dari kayu sengon laut, randu, mahoni . Serbuk gergaji ini kemudian diayak dan dicuci untuk menghilangkan minyak bekas gergajian.
  • Serbuk gergaji yang telah telah bersih dicampur dengan 16% bekatul, 2 % Kapur, 2% gips, dan EM 4 dan air, diaduk sampai merata.  Kadar air campuran dipertahankan 65%.
  • Selanjutnya campuran ditutup dengan goni / terpal dan didiamkan selama 2 hari agar terjadi proses permentasi.
  • Setelah 2 hari  campuran dimasukkan plastic polibag/polypropilen, dipadatkan diberi lubang bagian tengah dengan dipasang cincin paralong atau bamboo kemudian ditutup dengan kapas/kertas.
  • Kemudian dilakukan sterilisasi di dalam kamar uap atau Drum dengan suhu media dalam polibag/polypropilen 95-120oC selama 8 jam. Tujuan sterilisasi adalah untuk menekan pertumbuhan mikroba antagonis yang dapat menghambat pertumbuahan induk jamur tiram.
  • Setelah proses sterilisasi media selesai, media didinginkan dalam ruangan steril sampai mencapai suhu normal (±24 jam). Media yang telah dingin siap untuk dilakukan penanaman atau inokulasi



2. Inokulasi
  • Media yang telah dingin selanjutnya dilakukan inokulasi. Inokulasi adalah proses penularan/penanaman misselium bibit (F3) ke media tanam. Proses ini dilakukan dalam ruang inokulasi yang steril.
3. Masa Inkubasi
  • Setelah selesai dilakukan inokulasi media jamur yang telah ditanam misselium bibit jamur dipindahkan ke ruang inkubasi. Masa inkubasi adalah tahap penumbuhan misselia jamur. Untuk menumbuhkan misselia jamur ini, ruangan dijaga tetap kering dengan suhu udara berkisar 25-28oC selama 40 Hari.
  • Setelah 40 Hari  polibag/polypropilen dibuka (atau setelah media 80 %  berwarna putih)
4. Penumbuhan jamur tiram
  • 7-15 hari setelah polibag/polypropilen dibuka, selanjutnya disusun pada rak – rak  dan disemprot dengan air supaya daging buah tumbuh. Ruangan dijaga pada suhu 18-22oC dan kelembaban 80-90% dengan cara pengembunan.
5. Pemanenan
  • 10 hari kemudian daging buah siap dipanen. Daging buah yang sudah siap dipanen harus segera dipanen agar kualitasnya baik.
6. Pasca panen
  • Jamur yang telah dipisahkan dari media harus segera dibersihkan dari sisa media yang menempel pada daging buah agar bisa tahan lama. Jamur tiram segera dikemas dan dipasarkan atau disimpan di dalam frezer agar tahan lama sampai 1 minggu. Sementara untuk produk kering , jamur tiram dapat dibuat keripik / kripsi  jamur.

















Analisa Usaha Tani Jamur Tiram
            Analisa usaha tani jamur tiram kapasitas I unit Kudung (81 m2) per musim tanam:

Bahan
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Jumlah investasi/unit (Rp)
Jumlah/musim (Rp)
A. INVESTASI





1. Bangunan





·   sewa lahan 300 M2
2
Thn
1.000.000
2.000.000
500.000
·   Pembuatan bangunan
81
m2
178.000
14.418.500
3.604.000
2. eralatan





a. sterilizer





·   Drum dan sarangan
4
Buah
100.000
400.000
100.000
·   Regulator kompor
4
Liter
100.000
400.000
100.000
·   Kompor bross
4
Buah
150.000
600.000
150.000
·   Selang kompor
4
Buah
50 .000
200.000
100.000
b. pendukung





·   Terpal
1
Unit
300.000
300.000
75.000
·   Sprayer
1
Buah
285.000
285.000
71.250
·   Ember
2
Buah
15.000
30.000
7.500
·   Timbangan
1
Buah
150.000
150.000
37.500
·   Sekop
2
Buah
30.000
60.000
15.000
·   Cangkul
1
Buah
30.000
30.000
7.500
Jumlah biaya investasi



18.873.000
4.767.500
B. Modal kerja





·   Bibit
750
Log
4.000

3.000.000
·   Serbuk gergaji
19
Ton
120.000

2.280.000
·   Dedak
2820
Kg
1.200

3.384.000
·   Kapur
375
Kg
800

300.000
·   Kantong plastic
90
Kg
17.000

1.530.000
·   Karet gelang
10
Kg
20.000

200.000
·   Alcohol 95%
3
Liter
15.000

45.000
·   Kapuk
30
Kg
12.500

375.000
·   EM 4
8
Liter
14.000

112.000
·   Gas Elpiji
150
Galon
13.000

1.950.000
·   Tenaga kerja produksi
50
HOK
15.000

750.000
·   Tenaga kerja panen
100
HOK
15.000

1.500.000
Jumlah biaya modal kerja




19.196.000
TOTAL BIAYA PRODUKSI




23.963.500

Perhitungan hasil untuk satu kali musim tanam (6 bulan)
Produksi          = 15.000 log, daya tumbuh 90%
Hasil                = 13.500 log, asumsi 1 log = 0,4 kg
Harga di petani Rp. 6000 / kg
Maka Pendapatan kotor          = 13.500 log x 0,4 x Rp. 6000,-
                                                = Rp. 32.400.000-Rp. 24.287.250
                                                = Rp. 8.112.750,- / musim
R/C Ratio per musim = 1,35







BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
            Berdasrkan uraian pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan antara lain:
1.      Jamur tiram termasuk tumbuhan yang tidak bisa melakukan fotosintesis/bersifat saprofit  sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan makanannya sendiri.
2.      Sumber karbon merupakan nutrisi utama yang dibutuhkan jamur tiram, yang dapat disediakan dari berbagai sumber seperti serbuk gergaji dan bahan organik lainnya.
3.      Kandungan gizi jamur tiram cukup lengkap antara lain protein, karbohidrat, vitamin dan juga mineral.
4.      Media campuran sebagai media tumbuh jamur tiram adalah campuran dari serbuk gergaji, bekatul, kapur dan gips dengan komposisi sebagai berikut:
·         Serbuk gergajian 80 %
·         Bekatul 16 %
·         Kapur 2 %
·         Gips 2 %
·         EM 4  200 ml / 100 Kg Bahan media jamur
5.      Tahap-tahap proses dalam budi daya jamur tiram antara lain:
·         Pembuatan media tumbuh sesuai komposisi
·         Sterilisasi media tumbuh
·         Inokulasi media dengan bibit misselium
·         Inkubasi
·         Penumbuhan misselium
·         Panen
6.        Agribisnis Jamur Tiram layak dikembangkan di Desa Samar Kecamatan Pagerwojo
Berdasarkan analisa usaha  B/C ratio = 1,35
4.2 Saran
            Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dapat disarankan antara lain:
  1. Agar jamur dapat tumbuh optimal, perlu dijaga kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhannya terutama suhu, kelembaban udara, pH, kadar air dan kondisi ruangan yang steril.
  2. Jamur termasuk bahan yang mudah rusak sehingga penanganan pasca panen harus baik, benar dan hati-hati agar tidak terjadi penurunan mutu dan kehilangan hasil.

Tulisan ini merupakan rangkuman dari beberapa sumber



AGRIBISNIS JAHE

 PELUANG MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI
DI KECAMATAN PAGERWOJO





































Oleh : RASIDI,SP
NIP.19620916 198711 1 001











JAHE ( Zingiber Officinale )





1. SEJARAH SINGKAT

            Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae), se-famili dengan temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga) dan lain-lain.Nama daerah jahe antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka (Ternate), dsb.

2. URAIAN TANAMAN

2.1 Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber officinale
2.2 Deskripsi
Terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga. Daun sempit, panjang 15 – 23 mm, lebar 8 – 15 mm ; tangkai daun berbulu, panjang 2 – 4 mm ; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5 – 10 mm, dan tidak berbulu; seludang agak berbulu. Perbungaan berupa malai tersembul dipermukaan tanah, berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit, 2,75 – 3 kali lebarnya, sangat tajam ; panjang malai 3,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 1,75 cm ; gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm, rahis berbulu jarang ; sisik pada gagang terdapat 5 – 7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3 – 5 cm; daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik,
bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1 – 1,75 cm ; mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm, helainya agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12 – 15 mm ; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm ; tangkai putik 2
2.3 Jenis Tanaman
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :
1) Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.
2) Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.

3) Jahe merah
Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.

3. MANFAAT TANAMAN

Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibuat acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Dewasa ini para petani cabe menggunakan jahe sebagai pestisida alami. Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar, kering, jahe bubuk dan awetan jahe. Disamping itu terdapat hasil olahan jahe seperti: minyak astiri dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan yang berguna sebagai bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, campuran sosis dan lain-lain.
Adapun manfaat secara pharmakologi antara lain adalah sebagai karminatif (peluruh kentut), anti muntah, pereda kejang, anti pengerasan pembuluh darah, peluruh keringat, anti inflamasi, anti mikroba dan parasit, anti piretik, anti rematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah empedu.

4. SENTRA PENANAMAN

Terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di kebun dan di pekarangan. Pada saat ini jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia.Didaerah Tulungagung jahe banyak ditanam didaerah Pagerwojo dan Sendang, di Pagerwojo tersebar di Desa Samar, Kradinan dan Sidomulyo.

5. SYARAT PERTUMBUHAN

5.1. Iklim
1) Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun.
2) Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari.
3) Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35 oC.
5.2. Media Tanam
1) Tanaman jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus.
2) Tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik.
3) Tanaman jahe dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.
5.3. Ketinggian Tempat
1) Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0 - 2.000 m dpl.
2) Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 - 600 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA

6.1. Pembibitan
1) Persyaratan Bibit
Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
a. Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
b. Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
c. Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.
2) Teknik Penyemaian Bibit
Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan.
a. Penyemaian pada peti kayu
Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
b. Penyemaian pada bedengan
Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.
3) Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.
6.2. Pengolahan Media Tanam
1) Persiapan Lahan
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan syaratsyarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.
2) Pembukaan Lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit
dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.
3) Pembentukan Bedengan
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk encegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan engan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan anjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
4) Pengapuran
Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.

a. Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
b. Derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
c. Derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.
6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanaman
Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tanaman jahe secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian. Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut :
a. Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
b. Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.
c. Meningkatkan produktivitas lahan.
d. Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu).
Praktek di lapangan, ada jahe yang ditumpangsarikan dengan sayursayuran, seperti ketimun, bawang merah, cabe rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan palawija, seperti jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.
2) Pembutan Lubang Tanam
Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.
3) Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.
4) Perioda Tanam
Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyulaman
Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman gar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.
2) Penyiangan
Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.
3) Pembubunan
Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah. Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air.
Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
4) Pemupukan
a. Pemupukan Organik
Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.
b. Pemupukan Konvensional
Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman
5) Pengairan dan Penyiraman
Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan September;
6) Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan jahe.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama

Hama yang dijumpai pada tanaman jahe adalah:
1) Kepik, menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang.
2) Ulat penggesek akar, menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe menjadi kering dan mati.
3) Kumbang.

7.2. Penyakit

1) Penyakit layu bakeri
Gejala:
Mula-mula helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu sampai kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur 3-4 bulan dan yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab.
Pengendalian:
§ jaminan kesehatan bibit jahe;
§ karantina tanaman jahe yang terkena penyakit;
§ pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik;
§ pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%)
2) Penyakit busuk rimpang
Penyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus berkembang akhirnya menyebabkan rimpang menjadi busuk.
Gejala :
Daun bagian bawah yang berubah menjadi kuning lalu layu dan akhirnya tanaman mati.
Pengendalian:
§ penggunaan bibit yang sehat;
§ penerapan pola tanam yang baik;
§ penggunaan fungisida.

3) Penyakit bercak daun
Penyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, akan masuk melalui luka maupun tanpa luka.
Gejala:
Pada daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercakbercak itu berwarna abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah. Tanaman yang terserang bisa mati.
Pengendalian :
baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang dijelaskan di atas.
7.3. Gulma
Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organik
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama
Terpadu) yang komponennya adalah sbb:
1) Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap
serangan hama dari sejak awal pertanaman.
2) Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami.
3) Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
4) Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5) Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
6) Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1) Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
2) Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3) Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
4) Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5) Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6) Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.

8. PANEN

8.1. Ciri dan Umur Panen
Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri
warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.

8.2. Cara Panen
Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.

8.3. Periode Panen
Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.

8.4. Perkiraan Hasil Panen
Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.

9. PASCAPANEN

9.1. Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.

9.2. Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.

9.3. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling
menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC - 60oC. Rimpang yang
akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan



9.4. Penyortiran Kering.
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).

9.5. Pengemasan
Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.

9.6. Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

10.ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Perkiraan analisis usaha budidaya jahe seluas 1 ha; yang dilakukan petani pada tahun 2008
di Desa Samar  Pagerwojo ( Petani : Suradji Dusun Gading Desa Samar  ).

1) Biaya produksi
a) Bibit: 2.000 bh @ Rp. 1.700,- = Rp. 3.400.000,-

b). Pupuk

 Pupuk buatan:
Urea 165 kg @ Rp. 1.100, = Rp. 181.500,-
TSP 160 kg @ Rp. 1800,- = Rp. 288.000,-
KCl 160 kg @ Rp. 1.600,- = Rp. 256.000,-

 Pupuk kandang 3.000 kg @ Rp. 150,- = Rp. 750.000,-

c). Obat 20 kg @ Rp. 15.000,- Rp. 300.000,-

d). Alat Rp. 180.000,
e). Bahan (mulsa) 20.000 m @ Rp. 150,- Rp. 3.000.000,-
f). Tenaga kerja 200 OH Rp. 2.000.000,-
g). Biaya Lain-lain Rp. 1.000.000,-

Jumlah biaya produksi Rp. 11.355.500,-

2) Penerimaan: 10.000 bh @ 1.500,-= Rp. 15.000.000,-

3) Keuntungan usaha tani Rp. 3.644.500,-

4) Parameter kelayakan usaha

a. B/C rasio = 1,321

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Saat ini permintaan akan jahe oleh negara importir terus mengalami peningkatan, akan tetapi permintaan tersebut belum semuanya dapat dipenuhi mengingat produksi jahe masih terserap oleh kebutuhan dalam negeri. Dilihat dari segi harga, dari tahun 1991 hingga saat ini fluktuasi harga jahe basah maupun kering boleh dikatakan stabil. Dilihat dari segi permintaan, stabilitas harga serta produksi jahe dalam negeri prosepek agrobisnis jahe sangat cerah.

11.STANDAR PRODUKSI

11.1. Ruang Lingkup
Standar meliputi jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh dan syarat pengemasan.

11.2. Deskripsi
Standar mutu jahe di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI– 01–3179–1992.

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Jahe diklasifikasikan menjadi 3 jenis mutu, yaitu: mutu I, II, III.
1) Syarat umum

a. Kesegaran jahe: segar
b. Rimpang bertunas: tidak ada
c. Kenampakan irisan melintang: cerah
c. Bentuk rimpang: utuh
d. Serangga hidup: bebas

2) Syarat Khusus

a. Ukuran berat:
§ mutu I > 250 gram/rimpang;
§ mutu II 150-249 gram/rimpang;
§ mutu III dicantumkan sesuai hasil analisa <10%.

b. Rimpang yang terkelupas kulitnya (rimpang/jumlah rimpang):
§ mutu I=0 %;
§ mutu II=0 %;
§ mutu III<10 %.

c. Benda asing:
§ mutu I=0 %;
§ mutu II=0 %;
§ mutu III<3 %

d. Rimpang berkapang (rimpang/jumlah rimpang):
§ mutu I=0%;
§ mutu II=0%;
§ mutu III <10%

Untuk mendapatkan jenis jahe yang sesuai dengan standar mutu dilakukan pengujian,yang meliputi:

1) Penentuan benda-benda asing
Timbanglah sejumlah contoh yang beratnya diantara 100–200 gram. Pisahkan benda-benda yang akan ditentukan persentase bobotnya dan dipindahkan pada kaca arloji yang telah ditera. Kaca arloji beserta benda asing tersebut ditimbang pada neraca analitik. Perbedaan kedua penimbang tersebut menunjukan jumlah benda asing dalam cuplikan yang diuji.

2) Penentuan kadar serat
Keringkan kira-kira 5 gram cuplikan untuk pengujian didalam sebuah oven udara listrik 105 + 1 derajat C, sampai berat tetap. Timbanglah dengan teliti kira-kira 2,5 gram bahan yang telah dikeringkan itu ke dalam sebuah thimble dan ekstraklah dengan petroleum eter (titik didih 40-60 derajat C) selama kira-kira 1 jam dengan menggunakan sebuah alat soxhlet. Pindahkan bahan yang telah bebas lemak tersebut kedalam sebuah labu berkapasitas 1 liter. Ambillah 200 ml asam sulfat encer, tempatkanlah dalam sebuah gelas piala, didihkanlaah seluruh asam yang mendidih itu kedalam labu yang telah berisi bahan bebas lemak tersebut di atas. Lengkapilah segera labu itu dengan pendingin balik yang dialiri air, dan panaskanlah sedemikian rupa sehingga labu mendidih setelah satu menit. Goyang-goyanglah labu agak sering sambil menghindari tertinggalnya bahan pada dinding labu yang tak bersentuhan dengan asam. Lanjutkanlah pendidihan selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah labu dan saringlah melalui kain halus (kira-kira 18 serat untuk setiap sentimeter) yang ditempatkan dalam sebuah corong penyaring dan cucilah dengan air mendidih sampai cucian tidak lagi bersifat asam terhadap lakmus. Didihkanlah sejumlah larutan natrium hidroksida dengan menggunakan pendingin balik dan didihkanlah selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah labu itu dan saringlah dengan segera dengan kain penyaring. Cucilah residum dengan baik dengan iar mendidih dan pindahkanlah kedalam krus gooch yang telah berisi lapisan tipis dan kompak asbes yang telah dipijarkan.
Cucilah residu dengan baik pertama-tama dengan air panas kemudian dengan kira-kira 15 ml etil alkohol 95%. Keringkanlah Krus Gooch dan isinya pada 105 + 1 derajat C dalam oven udara sampai berat tetap. Dinginkan dan timbanglah. Pijarkan krus Gooch tersebut pada 600 + 20 derajat C dalam tanur suhu udara tinggi sampai seluruh bahan menngandung karbon terbakar. Dinginkanlah krus Gooch yang berisi abu tersebut dalam sebuah eksikator dan timbanglah.

3) Penentuan kadar minyak

a. Timbanglah dengan teliti, mendekati 1 gram, kira-kira 35–40 gram cuplikan yang telah dipotong kecil-kecil sebelum dimasukan kedalam labu didih.

b. Tambahkanlah air sampai seluruh cuplikan tersebut terendam dan tambahkan pula ke dalamnya sejumlah batu didih.

c. Sambunglah labu didih dengan alat “Dean-Stark” sehingga dapat digunakan untuk pekerjaan destilasi dan panaskanlah labu didih tersebut beserta isinya. 

Penyulingan dihentikan bila tidak ada lagi butir-butir minyak yang menetes bersama-sama air atau bila volume minyak dalam penampung tidak berubah dalam beberapa waktu. Biasanya penyulingan ini memerlukan waktu lebih kurang 6 jam. Rendamlah penampung beserta isinya kedalam air sehingga
cairan didalamnya mencapai suhu udara kamar dan ukurlah volume minyak yang tertampung.

11.4. Pengambilan Contoh
1) Pengambilan contoh
Dari jumlah kemasan dalam satu partai jahe segar siap ekspor diambil sejumlah kemasan secara acak seperti dibawah ini, dengan maksimum
berat tiap partai 20 ton.
a. Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100, contoh yang diambil 5.
b. Untuk jumlah kemasan dalam partai 101–300, contoh yang diambil adalah 7
c. Untuk jumlah kemasan dalam partai 301–500, contoh yang diambil adalah 9
d. Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, contoh yang diambil adalah 10
e. Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, contoh yang diambil minimum 15.
Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian diambil secara acak sebanyak 10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh. Khusus untuk kemasan jahe segar berat 10 kg atau kurang, maka contoh yang diambil sebanyak 5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian diuji untuk ditentukan mutunya.

2) Petugas pengambil contoh
Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum.


11.5. Pengemasan
Jahe segar disajikan dalam bentuk rimpang utuh, dikemas dengan jala plastik yang kuat, dengan berat maksimum 15 kg tiap kemasan, atau dikemas dengan keranjang bambu dengan berat sesuai kesepakatan anatara penjual dan pembeli. Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan bahan yang tidak luntur, jelas
terbaca antara lain:
§ Produk asal Indonesia
§ Nama/kode perusahaan/eksportir
§ Nama barang
§ Negara tujuan
§ Berat kotor
§ Berat bersih
§ Nama pembeli












































12.DAFTAR PUSTAKA
1) Anonimous. 1994. Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Prosiding   Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.
2) Anonimous. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal.
3) Anonim, Mengenal Budidaya Jahe dan Prospek Jahe, Koperasi Daar El-Kutub, Jakarta, 1999
4) ----------, Ekspor Jahe Terbentur Musim, Info Agribisnis Trubus, Nomor. 335 Hal. 32, Juni 1999
5) ----------, Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dan Holtikultura, Kanisius, Yogyakarta, 1999
6) Paimin, FB. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe, Penebar Swadaya, Jakarta, 1999
7) Koswara, S. Jahe dan Hasil Olahannya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995
8) Santoso, HB. Jahe Gajah, Kanisius, Yogyakarta, 1994
9) Yoganingrum, A.Paket Informasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, Jakarta, 1999
10) Paimin F.B., Murhananto, Budidaya Pengolahan Perdagangan Jahe, Penebar Swadaya, Jakarta, 1998.Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340