Jumat, 30 Oktober 2015

PEMELIHARAAN TANAMAN MINDI

Produksi dan mutu kayu Mindi yang dihasilkan hutan rakyat umumnya masih seadanya, karena setelah penanaman bibit umumnya petani tidak pernah melakukan pemeliharaan. 

Tulisan ini diharapkan dapat menjadi panduan untuk meningkatkan hasil dan mutu kayu mindi produksi hutan rakyat melalui penerapan teknik pemeliharaan tanaman yang tepat.

A.      Pemupukan

Pemupukan pada tanaman Mindi dapat mengikuti dosis pemupukan pada tanaman Sengon, yaitu 30 gram NPK/Phoska per tanaman pada tahun pertama, 50 gram NPK/Phoska per tanaman pada tahun kedua, 100 gram NPK/Phoska per tanaman pada tahun ketiga dan 200 gram NPK/Phoska per tanaman pada tahun keempat.
Adapun cara pemberiannya dengan ditugalkan atau pada alur sedalam 20 cm berjarak 1,5 meter melingkari pangkal batang.
Pupuk tersebut diberikan sebanyak 2 kali setiap tahun, yaitu pada awal dan menjelang akhir musim penghujan.

B.    Pemangkasan

Cabang tua tanaman Mindi biasanya akan mengering dan luruh/rontok dengan sendirinya, sehingga sebenarnya tanaman Mindi tidak memerlukan pemangkasan. 

Namun karena proses luruh/rontoknya ranting memerlukan waktu yang cukup lama dari sejak tumbuhnya ranting hingga mengering dan luruh, maka jika sebelum luruh dikehendaki kondisi kebun yang tidak terlalu lembab, misalnya ketika pada lahan tersebut tidak hanya ditanami Mindi tetapi juga Sengon, dimana untuk mengurangi resiko serangan penyakit karat puru Sengon diperlukan sirkulasi udara yang baik  di kebun (agar udara tidak terlalu lembab), maka pemangkasan cabang dapat dilakukan tanpa menunggu cabang menua.

Pemangkasan hendakya menggunakan gergaji tajam dengan memotong pada pangkal cabang sedekat mungkin dengan batang utama tetapi tidak boleh mengenai/memotong bagian yang membesar pada pangkal cabang.

Setelah pemangkasan, bekas potongan dapat ditutup dengan cat.


C.    Penyiangan

Gulma (tumbuhan pengganggu) seperti tumbuhan merambat, semak, atau rumput di sekitar tanaman   harus dibersihkan secara rutin, setidaknya setiap 4 bulan sekali, karena gulma merupakan pesaing tanaman dalam memperoleh cahaya, air, dan unsur hara dari dalam tanah

Pembersihan gulma akan lebih berhasil (lebih efektif ) jika tanaman mindi ditumpangsarikan dengan tanaman pertanian. Pengolahan lahan pada tanaman pertanian sekaligus menjadi kegiatan pembersihan gulma.


D.    Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

OPT berupa hama utama yang menyerang tanaman mindi adalah penggerek pucuk Hypsipyla robusta Moore dan penggerek batang Xyleborus ferrugineus.

Pengendalian kedua hama tersebut dengan penyuntikan insektisida Nuvacron 20 SCW, Dimecron 50 SCW dan Gusadrin 15 WSC.  


 Gambar 1.  Larva Hypsipyla robusta Moore dan kerusakan pucuk Mindi akibat     serangannya


Gambar 2.  Bentuk dewasa  Hypsipyla robusta Moore


Gambar 3. Bentuk dewasa Xyleborus ferrugineus penggerek batang Mindi



E.    Penjarangan

Pola penjarangan terhadap hutan rakyat Mindi yang ditanam monokultur dapat mengikuti pola penjarangan pada tanaman Sengon.  Intinya pada tahun keempat setelah tanam, jumlah tanaman Mindi disisakan menjadi tinggal 400 batang per hektar.


F.    Pemanenan

Pemanenan dilakukan ketika tanaman Mindi berumur 8-10 tahun, dimana akan dihasilkan log kayu dengan garis tengah di atas 30 cm (A3).


Gambar 4.  Pohon Mindi



Gambar 5.  Serat kayu Mindi



Gambar 6.  Contoh mebel berbahan dasar kayu Mindi



 *****



Penulis     :  Wido Nugroho, SP (Penyuluh Kehutanan Lapangan Kec.Pagerwojo)
Editor       :  Rasidi, SP  (Koordinator Penyuluh BPP Pagerwojo)

SUMBER RUJUKAN

-Anonim, Mindi, tanpa penerbit, tanpa kota , tanpa tahun, file pdf, 4 halaman
-http://lepidoptera.butterflyhouse.com.au/pyra/robust.html, diakses 26 Agustus 2015 pukul 19.36 WIB
-http://eol.org/pages/652839/overview, diakses 26 Agustus 2015 pukul 19.56 WIB
-http://treesforforestindustry.blogspot.co.id/2010/08/mindi-tree.html, diakses 26 Agustus 2015 pukul 20.15 WIB

Minggu, 18 Oktober 2015

PEMELIHARAAN TANAMAN JATI

Pengelolaan hutan jati rakyat umumnya masih dilaksanakan secara tradisional, sehingga mutu dan jumlah kayu yang dihasilkan masih rendah. 

Tulisan ini diharapkan dapat menjadi panduan untuk meningkatkan mutu hutan jati rakyat melalui penerapan teknik budidaya yang baik, khususnya dari tahap pemeliharaan sampai pemanenan.

A.    Pola Tanam

Pola tanam bisa dipilih satu dari tiga macam pola, yaitu pola tanaman sejenis (monokultur), pola tanaman campuran, atau pola tumpangsari.

Jika lahan berada jauh dari tempat tinggal dan petani kesulitan tenaga untuk pengelolaan sebaiknya pola tanaman sejenis (monokultur) yang dipilih dengan jarak tanam 2,5 m X 2,5 m, 3 m X 1 m, 2 m X 3 m, atau 3 m X 3 m.

Pada lahan yang tidak subur, sangat miring, atau berbatu-batu sebaiknya dipilih pola tanam campuran, dengan harapan longsor dan erosi dapat dicegah, dimana petani dapat menanam berbagai jenis tanaman kayu-kayuan disamping tanaman jati, dikombinasikan dengan jenis tanaman penghasil pakan ternak seperti kaliandra dan gliricideae, tanaman yang dapat menambah kesuburan tanah seperti lamtoro dan turi, sekaligus menanam tanaman MPTS yang dapat dipetik buahnya seperti durian, kemiri, alpukat dan petai.

Jika lahan cukup subur dan petani memiliki cukup waktu serta tenaga untuk pengelolaan, dapat dipilih pola tumpangsari dengan berbagai jenis tanaman semusim (padi gogo, jagung, kedelai) atau yang dapat dipanen dalam jangka 6-8 bulan (empon-empon) atau yang dapat dipanen dalam waktu 1-3 tahun seperti porang dan gadung, atau yang dapat dipanen secara rutin dalam jangka waktu yang cukup lama seperti camcau, janggelan, merica dan panili.

B.    Pemupukan

Pemupukan dilakukan pada umur 1, 2 dan 3 tahun dengan pupuk NPK.  Dosis pupuk pada tahun pertama 50 gr, tahun kedua 100 gr dan tahun ketiga 150 gr per pohon.

Dapat pula dilakukan pemberian pupuk kandang/kompos dengan takaran 10 kg per lubang tanam.

Pada lahan yang asam (pH rendah) dan kurang kapur (Ca), areal di sekitar tanaman perlu diberi kapur tanaman (kapur dolomit) agar pH-nya naik.

Dosis yang disarankan untuk pemberian kapur dolomit adalah sekitar 150 sampai 250 gr tiap lubang tanam.

Teknik pemberian pupuk dengan cara membuat lubang dengan gejik (pasak kayu) di sebelah kanan-kiri tanaman, atau dengan membuat lubang sedalam 10-15 cm, melingkari tanaman pokok dengan jarak 0,5-1,5 m dari batang jati (melingkar selebar tajuk).

C.    Pemangkasan

Bagian yang dipangkas adalah cabang pohon. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan tinggi bebas cabang dan mengurangi mata kayu dari batang utama.

Dengan menghilangkan cabang atau ranting yang tidak diperlukan maka nutrisi pohon (sari makanan) akan lebih terpusat untuk pertumbuhan pohon (batang dan tajuk utama).

Kayu hasil pemangkasan dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar dan menjadi tambahan pendapatan bagi keluarga petani.

Pemangkasan dilakukan mulai tahun ke-3, dimana setengah bagian bawah (50%) dari tinggi total pohon dibersihkan dari cabang dan ranting.  Tetapi us diperhatikan bahwa pemangkasan cabang yang berlebihan (lebih dari 50%) dapat menghambat pertumbuhan pohon jati.


Gambar 1.  Pemangkasan Tanaman Jati

Pemangkasan dilakukan ketika memasuki awal musim hujan, yaitu sekitar bulan Agustus, ketika cabang atau ranting masih berumur muda(berukuran kecil).  

Pemotongan cabang sebaiknya sedekat mungkin dengan batang utama, namun tidak sampai memotong leher cabang. Leher cabang adalah bagian yang membesar pada pangkal cabang.

Sisa cabang yang terlalu panjang pada batang akan menyebabkan cacat mata kayu lepas, atau menjadi sarang bagi hama dan penyakit. Pemotongan cabang yang terlalu dalam akan mengakibatkan luka yang besar sehingga lambat tertutup dan juga berisiko terserang penyakit.


Gambar 2.  Pengaruh sisa pemangkasan cabang terhadap kualitas batang

Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan gergaji/gunting wiwil. Untuk ranting kecil/muda pewiwilan dapat menggunakan sabit atau golok yang tajam.  

Agar tidak menjadi tempat masuknya hama dan penyakit, bekas pangkasan dapat ditutup dengan cat atau ter.   

A.    Penyiangan  

Pada tanaman jati muda, gulma (tumbuhan pengganggu) seperti tumbuhan merambat, semak, atau rumput di sekitar tanaman   harus dibersihkan secara rutin, karena gulma merupakan pesaing tanaman dalam memperoleh cahaya, air, dan unsur hara dalam tanah, dan tumbuhan yang merambat juga mengganggu pertumbuhan jati, bahkan bisa mematikan.  

Pada tanaman jati dewasa atau setelah tajuk bersinggungan, pembersihan gulma tidak sesering pada tanaman muda. Gulma akan mati dengan sendirinya.  

Pembersihan gulma akan lebih berhasil (lebih efektif ) jika tanaman jati ditumpangsarikan dengan tanaman pertanian. Pengolahan lahan pada tanaman pertanian sekaligus menjadi kegiatan pembersihan gulma.

B.    Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)  

OPT berupa hama yang menyerang tanaman jati adalah rayap/inger-inger, ulan-ulan, penggerek bubuk kayu basah, ulat daun jati dan uret.  

Neotermes tectonae (inger-inger) yaitu sejenis rayap pohon. Serangan rayap ini menyebabkan pembengkakan (gembol) pada batang atau cabang.  

Pohon jati dapat terinfeksi inger-inger pada umur 3 tahun. Serangannya baru terlihat setelah umur 7 tahun.  Meluasnya serangan inger-inger dapat dicegah dengan kegiatan penjarangan yang teratur.  


Gambar 3. Kerusakan kayu yang diakibatkan oleh hama inger-inger

Penebangan/penjarangan terhadap pohon yang terserang inger-inger harus dilakukan sebelum awal musim hujan di saat laron inger-inger belum keluar.  

Bagian-bagian tanaman yang diserang dipotong dan dibakar.  

Pengendalian secara kimiawi untuk membunuh inger-inger dapat menggunakan insektisida fumigan phostoxin ¼ tablet atau menggunakan insektisida berbahan aktif fenpropatrin (Meothrin 50 EC).  

Penggerek batang jenis Monohammus rusticator (ulan-ulan) dapat menyebabkan lubang, pembengkakan, dan patah pada batang.  


Gambar 4. Ulan-ulan dan kerusakan yang diakibatkan oleh serangannya

Xyleborus destruens (penggerek bubuk kayu basah) menggerek batang kayu jati dengan arah melintang. Apabila kulit kayu dikelupas tampak lubang-lubang pada kayu dengan pinggir lubang terdapat noda hitam.  


Gambar   5. Serangan penggerek bubuk kayu basah menyebabkan kayu   berlubang ke arah dalam (melintang)

Tanaman jati yang diserang umumnya berumur 5 tahun ke atas.  

Untuk menghindari serangan bubuk kayu basah, sebaiknya jangan menanam jati di daerah-daerah di mana tidak ada perbedaan yang nyata antara musim hujan dan musim kemarau.  

Bila di suatu daerah telah terjadi serangan bubuk kayu secara hebat, maka di daerah tersebut jangan ditanami jati lagi.  

Lakukan pembersihan gulma di sekitar tanaman, untuk mengurangi kelembapan.  

Insektisida yang bisa dipakai untuk membasmi penggerek bubuk kayu basah antara lain Brash 25 EC, Lentrek 400 EC, Dragnet 380 EC, Enborer 100 EC dan Cislin 2,5 EC.  

Pyrausta machaeralis, Eutectona machaerallis dan Hyblaea puera atau ulat jati yang umumnya menyerang daun.  

Menurut pengalaman petani di Gunungkidul, serangan ulat (Hyblaea puera) tidak berbahaya bagi pohon jati. Serangan hanya berlangsung sekitar 1 minggu. Ulat jati ketika akan menjadi kepompong secara alami akan turun dari pohon, biasanya petani pada pagi hari mengumpulkan ulat-ulat ini untuk dimakan atau diperdagangkan.  

Cara pengendalian serangan ulat jati adalah dengan tidak merusak tumbuh-tumbuhan bawah yang menjadi tempat hidup musuh alami ulat jati misalnya burung.  

Secara kimia pengendalian ulat jati dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin (Decis 2,5 EC), berbahan aktif permetrin (Ambush 2 EC) dan berbahan aktif lamda sihalotrien (Matador 25 EC).

Holotrichia helleri dan Lepidiota stigma yang dikenal dengan nama uret. Uret umumnya menyerang akar bibit jati dan tanaman muda (umur 1–2 tahun). Tanaman menjadi layu dan akhirnya mati kering karena akarnya habis.  

Pengendalian uret dengan cara mengumpulkan larva pada saat pengolahan tanah, kemudian dimusnahkan, atau kumbang-kumbang ditangkap pada malam hari dengan bantuan lampu.  

Selanjutnya campurkan insektisida kimia dengan tanah pada lubang tanam sebelum atau pada saat penanaman. Contoh insektisida yang dapat digunakan adalah yang berbahan aktif karbosulfan (Marshal 5G), berbahan aktif karbofuran (Curaterr 3G, Furadan 3G, Petrofur 3G dan Indofuran), berbahan aktif etoprofos (Rhocap 10G), dan berbahan aktif diazinon (Diazinon 10G).  

Secara tradisional, petani di Gunungkidul membasmi uret antara lain dengan menggunakan gadung yang diparut, kulit buah jambe, atau biji mahoni yang dihaluskan kemudian dicampur dan disiramkan di sekitar lubang atau di seluruh lahan.

Adapun OPT berupa penyakit pada tanaman jati di antaranya adalah penyakit layu, penyakit mati pucuk, penyakit jamur upas dan penyakit kanker batang.   

Penyakit layu yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas tectonae. Penyakit ini umumnya menyerang bibit jati yang masih di persemaian atau jati muda di lapangan. Gejala awalnya adalah adanya bercak-bercak berwarna coklat muda atau tua kemudian timbul kelayuan pada seluruh daun, dan daun menjadi pucat kekuningan. Daun dapat layu secara perlahan atau serentak kemudian rontok dalam waktu singkat.


Gambar 6. Tanaman jati muda yang terserang penyakit layu

Pengobatan dapat dilakukan ketika serangan masih ringan dengan bakterisida yang berbahan aktif streptomisin sulfat (Agrept 20 WP), berbahan aktif dazomet (Basamid G), dan bahan aktif asam oksolinik (Starner 20 WP).  

Lebih aman jika tampak gejala penyakit pada tanaman atau bibit, bibit tersebut segera dimusnahkan dengan cara dibakar.  

Tumpangsari pada jati muda sebaiknya tidak menggunakan jenis tanaman dari suku Solanaceae (seperti terong, kentang, tomat, dan cabai) karena dapat menjadi inang penyakit layu bakteri. 

Penyakit mati pucuk yang disebabkan oleh jamur Phoma sp. Penyakit ini biasanya terjadi pada jati muda. Serangan terjadi di saat daun jati bersemi dan menyebabkan beberapa pucuk daun mati. Pertumbuhan tanaman menjadi tidak lurus dan terhambat.  

Penyakit jamur upas (Corticium salmonicolor) sering timbul dan mudah menular secara cepat pada musim hujan.  

Gejala penyakit yang tampak dari luar, daun jati layu tergantung lemas dengan warna hitam gelap seperti tersiram air panas. Terdapat lapisan badan buah yang menebal pada kulit batang, timbulnya benjolan-benjolan pada permukaan batang, bagian kulit dan kayu pecah-pecah dan luka.

Gambar 7. Batang dan daun jati yang terkena jamur upas

Pengendalian jamur upas dengan cara mematikan tanaman lantana yang terdapat di sekitar tanaman jati karena merupakan sumber infeksi, menjaga jarak tanam melalui penjarangan yang rutin sesuai dengan ukuran atau umur pohonnya, serta melakukan pengontrolan dan pemangkasan yang teratur.  

Penyemprotan menggunakan fungisida yang berbahan aktif karbendazim (Derosal 60 WP) dengan cara pengolesan atau penyemprotan. 

Penyakit kanker batang yang disebabkan oleh Nectria haematococca. Gejala diawali dengan daun layu dan berwarna hitam gelap, kemudian muncul benjolan lapisan gabus di permukaan batang. Selanjutnya kulit kayu pecah-pecah,  

Pengendalian serangan kanker batang dengan cara membersihkan lahan di sekitar jati dari tanaman inang seperti Lantana sp. (kembang telek, tembelekan, atau tahi ayam), mengatur jarak tanam agar tanaman terkena cahaya matahari dan sirkulasi udaranya baik dan  melakukan pemangkasan secara teratur. 

Bila sudah terjadi serangan, pemberantasan penyakit dengan cara batang yang luka dikerok kemudian diolesi dengan kooltir, TB 192, fungisida Fylomac 0,5%, atau Antimuci 0,5% setiap 3 minggu sekali.

A.    Penjarangan 

Tanaman jati yang terlalu rapat mengakibatkan persaingan antar tanaman untuk mendapatkan cahaya, air, dan nutrisi, berakibat tanaman tumbuh lambat serta bentuk batangnya tidak serasi (tinggi kurus). 

Tanaman yang tertekan dan tidak sehat sebaiknya dibuang untuk memberi kesempatan pertumbuhan kepada pohon yang memiliki kualitas baik (tumbuhnya cepat, sehat dan batangnya bagus).  

Kegiatan ini bertujuan untuk: 

(1)   mencegah pohon yang sakit agar tidak menularkan penyakitnya ke pohon yang lain, dan 
(2)   penyebaran (distribusi) tanaman menjadi lebih merata. 

Hasil penjarangan dapat digunakan untuk menambah pendapatan, dimana yang berdiameter di atas 10 cm dapat digunakan untuk kayu garapan dan yang berukuran lebih kecil untuk kayu bakar. 

Pada hutan rakyat jati monokultur seumur, penjarangan dilakukan setiap 3-5 tahun sampai pohon berumur 15 tahun. Penjarangan harus dilakukan lebih sering jika pohon yang ditebang di setiap kegiatan penjarangan jumlahnya sedikit. 

Setelah berumur lebih dari 15 tahun, penjarangan dilakukan setiap 5-10 tahun. 

Pohon yang ditebang adalah pohon yang terserang penyakit, bentuk batangnya cacat atau tumbuh abnormal, pertumbuhannya lambat atau tertekan, dan bernilai rendah.

Pada lahan yang kosong, jika ditemukan tanaman jati dengan bentuk batang tidak bagus maka pohon tersebut tidak perlu ditebang agar pohon jati tersebar merata, tetapi dapat juga ditebang dengan memelihara terubusannya jika diinginkan batang baru yang lebih lurus.  

Jumlah pohon yang ditinggalkan setelah penjarangan dapat didasarkan pada ukuran tinggi pohon yang dipengaruhi oleh umur dan kesuburan tanah.  

Berdasarkan tabel penjarangan Perum Perhutani, ketika rata-rata tinggi pohon 13,5-15,5 m, pohon yang ditinggalkan berjumlah antara 1.000-1.100 pohon/ha. Pada lahan yang subur, hal ini bisa dicapai pada umur 7 tahun, sedangkan pada tanah dengan kesuburan rendah baru bisa dicapai setelah jati berumur 17 tahun.

Tabel 1. Pohon tertinggal pada penjarangan berdasarkan kesuburan/tinggi pohon

Tinggi pohon
(m)

Jumlah pohon
tertinggal
(pohon/ha)

Umur (tergantung
kesuburan tanah)
(th)

Jarak tanam
(m)

11,0 - 13,0
13,5 - 15,5
15,5 - 17,0
17,5 - 21,0
1.300 -1.500
1.000- 1.100
800-850
500-550
5 – 11
7 – 17
10 – 21
15 - 34
2,5 sd 3
3
3,5
4 sd 4,5

Sumber : Modifikasi Tabel Penjarangan Perum Perhutani (Perhutani 2001)

Pada hutan rakyat monokultur, seumur dan jarak tanam teratur, penjarangan relatif mudah dilaksanakan. Pohon yang tumbuh lambat atau tertekan akan mudah dibedakan dari pohon normal jika pohon jatinya seumur.  Pada hutan jati rakyat yang tidak seumur dan jarak tanamnya tidak teratur, pelaksanaan penjarangan lebih sulit. Dalam kondisi ini pedoman umum yang dapat digunakan adalah: 

a.  Pusatkan perhatian pada masing-masing pohon, jika suatu pohon ditebang, bagaimana kelak pengaruhnya terhadap pertumbuhan pohon-pohon yang ada di sekitarnya, atau bagaimana pertumbuhannya jika pohon-pohon di sekitarnya yang ditebang.

b.  Jika tajuk saling tumpang tindih, hal ini merupakan tanda bahwa tegakan harus dijarangi.

c.   Tebanglah pohon-pohon yang berada di bawah tajuk pohon lain (tidak mendapatkan cukup cahaya), berpenyakit, kondisi atau kualitas batangnya buruk. 

d.  Pohon tidak perlu ditebang/dijarangi jika hanya tajuk bagian bawah yang ternaungi.

e.   Anakan atau tanaman muda yang berada di tempat terbuka dibiarkan tetap tumbuh.

f.    Untuk menjaga keragaman ukuran/umur pohon, misal agar diperoleh variasi masa panen, sebaiknya tegakan yang tertinggal setelah penjarangan diupayakan masih mewakili berbagai kelas umur/diameter.

Penjarangan untuk memperbaiki kualitas jati  juga dapat dilakukan terhadap tanaman berukuran besar (pohon yang telah laku dijual), dikenal dengan penjarangan komersial.

Penjarangan komersial cocok diterapkan pada hutan jati yang difungsikan sebagai tabungan. Ketika membutuhkan dana, petani tidak selalu menebang pohon yang terbesar. Pohon yang ditebang dipilih, agar pohon-pohon yang tertinggal tumbuh optimal dan tersebar merata.

Penjarangan komersial dilakukan pada:

a.   pohon besar untuk membuka tajuk agar pohon-pohon yang lebih kecil mendapat cahaya lebih banyak sehingga tumbuh lebih cepat dan sehat,

b.   pohon yang jika ditebang akan menyebabkan tajuk pohon seumur di sekitarnya (yang memiliki bentuk lebih bagus) berkembang lebih subur dan tumbuh maksimal, atau

c.  pohon-pohon yang terlalu rapat.


Gambar 8. Contoh penjarangan pada hutan jati tidak seumur


B.    Pemanenan

Agar dapat memberikan penghasilan yang maksimal sebaiknya pohon jati ditebang jika telah cukup dewasa agar dihasilkan kayu berkualitas baik, minimal pohon telah berumur sekitar 15-20 tahun dan harga kayu sedang tinggi.

Volume pohon berdiri dapat dihitung dengan menggunakan tabel volume jati yang disesuaikan dengan kualitas lahan tempat tanaman jati ditanam.

*****

Penulis     :  Wido Nugroho, SP (Penyuluh Kehutanan Lapangan Kec.Pagerwojo)
Editor       :  Rasidi, SP  (Koordinator Penyuluh BPP Pagerwojo)

SUMBER RUJUKAN

-Pramono A.A. dkk,   Pengelolaan Hutan Jati Rakyat, , CIFOR , Bogor, 2010,  file pdf, 100 hal